DursasanaGugur. Kembali seorang dari saudara Pendawa terkena tekanan jiwa karena kematian anak tercinta. Padahal mereka tahu, kematian bagi seseorang yang masuk dalam arena pertempuran pilihannya adalah mukti atau mati. Tetapi tetap saja terjadi, setelah kematian Abimanyu anak Arjuna yang menjadikan Arjuna kehilangan pegangan diri, kali ini
Adipati karna atau sering di sebut karna adalah anak yang terlahir dari hubungan gelap dewi kunti dan batara surya. Waktu kecil ia di hanyutkan di sungai oleh ibunya, dan di temukan oleh seorang kusir bernama adirata. Ia di asuh dan di besarkan oleh adirata. Sesudah ia dewasa ia pergi untuk berguru kepada seorang pendeta bernama Rama parasu,bertahun tahun ia berguru kepada Ramaparasu sampai menjadi pendekar yang sangat sakti. Pada suatu hari ia ingin kembali ke rumahnya akan tetapi di tengah jalan ia mendengar seperti orang bertempur ternyata suara itu berasal dari padepokan sokalima saat uji kekuatan,ia melihat seratus orang yang bertempur melawan lima orang dan ternyata itu adalah pandawa dan kurawa,meskipun jumlahnya tidak seimbang akan tetapi pandawa yang hanya lima orang lebih unggul. Saat itu ia kagum melihat keterampilan memanah arjuna yang lihai dalam olah memanah, ia pun tidak mau kalah. Ia tiba-tiba masuk ke medan latihan dan memanah burung dengan posisi mata di tutup dan menghadap ke belakang,siswa-siswa yang melihatnya pun terkagum kagum. Arjuna yang merasa tersaingi pun mendatangi karna dan menantangnya perang,peperangan pun terjadi dan mereka sama-sama kuat dan seimbang. Sampai suatu ketika salah satu dari seratus kurawa berteriak dan mengejeknya”hai itu adalah anak kusir adirata,ia tidak pantas di sini,ia lebih pantas di kandang kuda”tidak hanya satu kurawa akan tetapi banyak kurawa yang mengejeknya sehingga terdengar ramai,ia pun merasa sedih dan menangis sambil meninggalkan tempat itu. Tiba-tiba duryudana dan sengkuni menghampirinya dan meminta maaf,sebagai permintaan maaf duryudana memberikan kerajaan awangga kepada basukarna ia pun menerimanya demi membahagiakan kedua orang tuanya,karna yang merasa girang berjanji aka selalu ada di saat duryudana membutuhkan. Setelah karna menjadi raja negara awangga ia mengunjungi rumah orang tua angkatnya adirata ia dengan bangganya memberitahukan bahwa ia telah di angkat oleh duryudana menjadi raja negara awangga. Bukan nya senang tapi adirata justru kecewa karena ia menjadi bawahan ratu yang berwatak angkara murka adirata mengusir karna dari rumahnya. Karna yang merasa sedih pergi kembali ke awangga. Dan tidak lama kemudian ia menikah dengan seorang putri dari negara mandraka,putrinya prabu salya ia memiliki dua anak bernama warsasena dan warsakusuma. Waktu terus berlalu dan sampai pada saat lakon kresna duta,ia di beri tau kresna bahwa sebenarnya ia adalah anak dari dewi kunti dan pandawa adalah adik-adiknya. Seketika itu wajahnya pucat dan matanya mengeluarkan air mata penyesalan,ternyata yang selama ini ia benci adalah saudaranya sendiri,ia juga di beri tau oleh kresna bahwa duryudana yang selama ini ia anggap baik hanyalah memanfaatkan nya. Akan tetapi nasi sudah jadi bubur,ia sudah terlanjur berjanji pada duryudana untuk selalu ada di saat duryudana butuhkan,sebagai satria ia tentu tidak mungkin mengingkari janjinya. Akhirnya di suatu malam yang sunyi ia menemui ibunya di taman negara amarta,dewi kunti yang sedang menangisi para pandawa yang pergi melakukan hukuman karena bermain dadu itu terkejut karena kedatangan satria yang tampannya mirip dengan arjuna. Karna mengatakan bahwa ia anaknya yang beberapa tahun lalu di buang di danau,alangkah terkejutnya dewi kunthi mendengar pernyataan karna seperti itu,dewi kunthi segera memeluk dan meminta maaf karena tidak bisa membesarkan karna. Karna pun menerima permintaan maaf itu dan bersumpah bahwa saat perang bratayuda nanti ia ingin melawan adiknya arjuna,setelah bersumpah seperti itu ia segera sudah tiba saatnya perang bratayuda sang adipati karna dengan gagahanya maju ke medan tempur. Akan tetapi sebelum bertempur ia datang menemui batara surya untuk menyerahkan pakaian sakti dan pusaka pemberian batara surya. Meskipun pakaian dan pusaka sudah di kembalikan ia masih punya pusaka dari hasil tapanya dan pusaka pemberian ramaparasu,ia pun dengan gagahnya menaiki kereta dan maju ke medan kurusetra. Banyak senopati pandawa yang gugur olehnya salah satunya gatotkaca,gatotkaca gugur karena terkena senjata andalan basukarna yaitu kunta druwasa. Melihat arjuna maju bertempur ia mendekatinya dan bertanding,meski awalnya arjuna menolak karena tau bahwa karna adalah kakaknya sendiri,akan tetapi karna bersikeras ingin melawan arjuna. Mereka pun bertanding,pertandingan pun berlangsung sangat seru karena mereka sangat mirip sehingga prajurit tidak ada yang berani mendekati mereka karena takut salah sasaran,sampai suatu ketika mereka bertanding panah di atas kereta mereka masing-masing. Karna memakai kereta kyai jatisurya yang di kusiri oleh salya,sedangkan arjuna memakai kereta kyai jaladara yang di kusiri kresna. Perang panah pun berlangsung sangat seru sampai suatu saat arjuna mengeluarkan panah andalan nya yaitu kyai pasopati. Panah pun di lepaskan dari busurnya,panah pasopati melaju sangat cepat di barengi oleh suara petir gemuruh yang sangat menakutkan. Basukarna yang juga ingin mengeluarkan pusakanya kyai kuntawijayandanu belum sempat melepaskan panah kunta,ia terkena panah pasopati milik arjuna terlebih dahulu di bagian lehernya sampai tembus ke belakang,ia pun jatuh dari kereta. Dewi kunti yang melihat karna sekarat segera menghampiri dan memeluknya dengan erat. Sebelum mati karna meminta maaf pada pandawa karena ia tidak bisa berperang membela pandawa ia juga memasrahkan panah kuntawijayandanu pada arjuna,tak lama kemudian ia menghembuskan nafas terakhirnya di pelukan ibunya.
Mehsaben Dhalang sampun kersa ngrekam lampahan menika. Nanging kados dene rampadan, sanes koki ugi seje raosipun. Ing ngandhap kula cariyosaken sekedhik cuplikan adegan saking lampahan ingkang badhe katur. Kocap, Prabu Dasamuka ingkang adreng nguwaosi Dewi Rakyan Sinta, mboten mendha angkara murkanipun, namging malah sangsaya ndadra.
Gugurnya Karna Varian Pewayangan Jawa – Keesokan hari, putra Yamawidura yang bernama Raden Sanjaya mencoba mendahului Arjuna dengan menantang Karna. Tapi tantangannya tak didengar, yang mendengar adalah putra kedua Adipati Karna yaitu Raden Wersasena. Pertempuran tidak terelakkan. Keduanya sebanding sakti, tapi Raden Sanjaya bertambah berbahagia. Wersasena tewas ditangannya. Mematamatai hal ini, Karna berang tak kepalang. Anak lelakinya dulu satu, tewas pula. Segera ia menyajikan tantangan Sanjaya. Adipati Karna bukanlah tandingan putra Yamawidura tersebut. Tak lama, keris Kyai Jal ak menewaskan Raden Sanjaya. Selepas itu, Adipati Karna naik keatas kereta perangnya yang dikusiri Tuanku Salya. Nampak dikejauhan kereta perang Jaladara yang dikusiri Sri Kresna mendekat sambil mengirimkan panengah Pandawa, Raden Arjuna. Detik keduanya berbenturan, cempeng semua prajurit menghentikan persangkalan. Suasana sirep. Dua putra Kunti kini bertemu dan akan saling bertumbuk setakat ajal ulem pelecok satunya. Arjuna turun dari keretanya dan menyembah kakaknya. Setelah menghaturkan puja bekti, Arjuna mencoba membujuk kakaknya cak bagi tak meneruskan bertarung dan serempak membangun bersama Pandawa. Adipati Karna menolak dengan halus. “Ini adalah pengabdian atas apa yang telah diberikan Astinapura kepadaku,”ucap Karna. “Jikalau serupa itu, padalah permohonan maafku. Bukan aku bermaksud lancang melawan tali pusar sendiri,”ujar Arjuna. Kembalilah mereka ke kereta saban. Perang tanding bukan juga terelakkan. Dengan dakar, kedua putra Kunti itu saling bertarung. Intim seharian mereka bertarung, hari telah beranjak sore. Hingga kemudian Kresna mengintai kelalaian dalam diri Karna dan Prabu Salya. Kresna mensyariatkan Arjuna lakukan memperlainkan panah Pasopati ke leher Karna. Arjuna menurut, sambil memejamkan mata karena tak tega, Arjuna melepaskan cuaca yang memiliki ujung seperti mana hilal itu. Karena tajamnya Pasopati, Adipati Karna langsung tewas dan terduduk dikereta. Senyum tersungging dibibirnya, seakan enggak menangisi keputusannya membela Kurawa. Kidung layu turun disertai rintik hujan menyertai kepergian Adipati Basukarna. Semesta batih Pandawa berkumpul, member sanjungan buncit kepada saudara wayan mereka. Mereka terlahir dari ibu yang sebabat meski memilih jalan nan berbeda. Mengetahui menantunya gugur, Yang dipertuan Salya ambruk dari kereta, lari kembali ke anjungan Bulupitu. Sore selepas Adipati Karna luruh, berawan haram serta hujan nan turun membasahi Kurusetra seakan menahbiskan suasana hati para Kurawa. Kini kuantitas mereka dapat dihitung dengan jari. Para Kurawa nan berjumlah seratus, waktu ini hanya tinggal sepuluh. Termasuk Duryudana dan Raden Kartamarma. Sepatutnya ada Bharatyudha telah berakhir, tapi Duryudana enggan menanggung kalah. Kini tak ada juga nan bisa diandalkan oleh Duryudana. Dalam siding di pesanggrahan Bulupitu, Bendahara Sengkuni terang-terangan menyindir Syah Salya yang tak kepingin turun panggung lagi. Bahkan diperparah dengan tuturan Aswatama yang memojokkan Emir Salya atas meninggalnya Adipati Karna. Ucapan Aswatama yang tak ada sopan santunnya takhlik Salya marah dan Duryudana mengusir Aswatama keluar dari paviliun. Karenanya diputuskan, Prabu Salya menjadi senapati terala di Kurawa. Gundah perasaan para Pandawa mengetahui Yang dipertuan Salya diangkat menjadi senapati tertinggi. Terutama sekali si kembar Nakula dan Sadewa. Ini berarti mereka haru bertatap dengan sang uwa. Aji Salya merupakan embok dari Dewi Madrim, ibu Nakula dan Sadewa. Kresna reaktif benar dengan situasi ini, dengan bijak Kresna meminta agar Nakula dan Sadewa menjauhi menemui Prabu Salya dan memohon kemudahan bagi Pandawa. Dengan berat hati si kembar menghindari menangkap tangan Salya. Momen bertemu, Prabu Salya telah memahami maksud kedatangan keponakannya tersebut. Dengan penuh hidayah, Salya berucap,”Aku merestui segala tindakan Pandawa, aku juga menginginkan kemajuan di pihak Pandawa. Aku membela Kurawa karena kuntum-putriku yang menjadi istri Duryudana dan Adipati Karna. Ketahuilah, tak akan ada yang sanggup membandingbanding kekuatan ajian Candrabhirawa. Aji-aji ini hanya sanggup dikalahkan oleh seseorang nan n kepunyaan jiwa nan tulus. Katakan itu lega Sri Kresna, dia faham apa maksudnya.” Setelah berkata demikian, Salya meminta kedua keponakannya cak bagi segera pulang karena tahun akan kilap dan perang akan segera dimulai. Nakula dan Sadewa undur diri.
ViewCerita Wayang Karno Tanding Versi Bahasa ENGLISH 123A at Universitas Diponegoro. Cerita Wayang Karno Tanding Versi Bahasa Jawa Sobat , disekolah saya ada tugas untuk meringkas Akhire , peperangan antara Arjuna saka kesatrian Madukoro dadi Ksatria perang Negara Amarta melawan Adipati Basukarno utawa Karna saka Awonggo
ADIPATI KARNA Adipati KarnaAdipati Karna adalah putra dari Dewi Kunti, yaitu putri Prabu Kuntiboja di Madura. Waktu muda ia bernama Suryaputra. Waktu Dewi Kunti belum bersuami ia telah hamil karena mempunyai ilmu dari Begawan Druwasa, dan ilmu itu tidak boleh diucapkan dalam sinar matahari siang hari. Jika diucapkan dalam sinar matahari ia akan jadi. hamil. Tetapi Dewi. Kunti lupa akan larangan itu, maka hamillah ia. Oleh pertolongan Begawan Druwasa, kandungan itu dapat dilahirkan keluar dari lubang kuping, maka diberi anak itu diberi nama Karna karna berarti kuping.Karna diaku anak angkat oleh Hyang Surya. Waktu Karna dilahirkan lalu dibuang ia ditemukan oleh Prabu Radea, raja di Petapralaya, terus diaku anak dan diberi nama dewasa, ia berkenalan dengan seorang puteri di Mandraka bernama Dewi Surtikanti. Perkenalan itu diketahui oleh Raden Pamade, hingga terjadi perang tanding. Karna mendapat luka di pelipis dan akan dibunuh oleh Pamade. Tetapi Hyang Narada, turun dari Kahyangan untuk mencegah kehendak Pamade itu dan Narada menerangkan, bahwa Kama itu saudara Pamade Pandawa yang tertua, malah seharusnya Pamade membantu perkawinan Karna dengan Surtikanti. Dan seketika itu juga Hyang Narada menghadiahkan mahkota. pada Karna untuk menutup luka di dan Karna pergi ke Awangga dan membunuh raja raksasa di Awangga bernama Prabu Kalakarna, yang, mencuri Dewi Surtikanti. Kemudian Surtikanti dihadiahkan kepada Karna untuk jadi isterinya dan Karna bertahta sebagai raja di Awangga berpangkat Adipati, suatu pangkat yang hampir setara raja, dan bergelar Adipati kesatria sakti dan mempunyai senjata bernama Kunta perang Baratayudha, Karna berperang dengan Arjuna, saudara sendiri, hingga Karna mati dalam perang sebagai kesatria. Tewasnya Adipati Karna dalam perang Baratayuda dianggap utama karena ia mati dalam perang untuk membela negeri Hastinapura, setia hingga mati, tak memandang bermusuhan dengan saudara keutamaan Adipati Kama ini dikarang oleh KGPAA Mangkunegara IV untuk pengajaran pada kerabat dan tentara Mangkunegaran, tetapi umumnya juga diikuti oleh khalayak. Buku tersebut berjudul WAYANGAdipati Karna bermata jaitan, hidung mancung. muka mendongak. Bermahkota bentuk topong, berjamang tiga susun dengan geruda membelakang, bersunting sekar kluwih. Berpraba, bergelang, berpontoh dan berkeroncong. Kain bokongan raton. Karna berwandaSedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo.